TANGGAPAN ATAS ARTIKEL PROF WIMPIE PANGKAHILA

Hari ini saya menerima kiriman artikel yang menurut pengirimnya ditulis Prof. Wimpie Pangkahila, melalui japri Whatsapp. Pengirim berita menanyakan pendapat saya terkait artikel ini.

TRAGEDI STEVE JOBS

Catatan ringan Wimpie Pangkahila

Gegara media massa riuh memberitakan dokter palsu dan pengobat alternatif ala Jeng Ana dan beberapa Jeng lainnya, yang merugikan masyarakat, saya tergelitik mengangkat tragedi yang dialami Steve Jobs.

Siapa yang tidak kenal nama besar ini? Steve Jobs adalah CEO dan salah seorang pendiri Apple Inc., yang sampai sekarang menguasai dunia komputer dan telepon mobil.

Saya katakan tragedi, karena Steve meninggal pada usia muda, 56 tahun, di bulan Oktober 2011 akibat kanker kelenjar pankreas yang telah menyebar ke seluruh tubuh.

Bagaimana mungkin seorang Amerika, pintar dan kaya raya, meninggal karena terlambat menerima pengobatan sampai sel ganas itu menyebar ke seluruh tubuh? Inilah kisah tragis itu.

Ternyata pada awalnya Steve menolak saran dokter untuk mendapatkan operasi dan chemotherapy untuk membunuh sel ganas itu.

Pertanyaan menarik adalah mengapa Steve menolak tindakan yang disarankan oleh dokter, spesialis kanker (oncologist)?

Istri Steve, Laurene Powell menjawab kurang lebih begini: “Steve tidak siap tubuhnya dibuka karena tubuh harus melayani jiwa.”

Membaca jawaban ini, saya tiba-tiba menjadi tidak mengerti dan terus terang kecewa.

Mungkinkah terpikir di otak pintarnya, “Kalau tubuhku dioperasi, bagaimana nasib jiwaku?”

Bagaimana mungkin Steve yang pintar memberikan jawaban seperti itu? Tetapi saya tidak ingin membahas lebih jauh soal ini pada catatan ringan ini.

Kemudian Steve menempuh jalannya sendiri. Dia memilih pengobatan alternatif akupunktur, minum jus buah-buahan khusus, mendatangi para spiritualis, dan beberapa cara yang didapat melalui internet.

Saran keluarga dan temannya tidak lagi mampu mengubah pendiriannya agar mau mendapatkan pengobatan secara ilmiah, sesuai dengan Ilmu Kedokteran terkini.

Tetapi akhirnya, dalam kondisi telah terlambat, ketika sel ganas telah menyerang seluruh tubuhnya, Steve masih sempat menyatakan penyesalannya.

Kepada temannya, Walter Isaacson, Steve menyatakan menyesal karena telah melakukan kesalahan, tidak mengikuti saran dokter.

Tragedi Steve Jobs meninggalkan catatan di benak saya.

Pertama, seseorang boleh pintar di bidangnya, tetapi belum tentu pintar di bidang lain.

Kedua, internet yang telah menguasai dunia dapat berakibat pembodohan bila informasi yang disampaikan berasal dari sumber tidak benar.

Ketiga, kalau orang Amerika sekelas Steve Jobs percaya begitu saja dengan informasi internet, bagaimana orang di negara di bawah kelas Amerika, termasuk Indonesia?

Pada akhir catatan ini, saya ingin menyerukan kepada seluruh warga bangsa:

Pertama, jangan percaya pada iklan pengobatan di media sosial dan TV.

Kedua, tidak semua informasi yang ada di internet benar dan dapat dipercaya.

Ketiga, untuk masalah penyakit atau gangguan kesehatan yang menyangkut kualitas hidup, dokterlah ahlinya.

——–

Tanggapan saya :

Sebagai seorang dokter yang juga certified hypnotherapist (salah satu terapi komplementer), ada beberapa hal yang perlu saya sampaikan, sehingga masyarakat dapat memperoleh pemahaman yang benar. Saya khusus mengulas terapi komplementer, khususnya hipnoterapi sesuai dengan bidang yang saya geluti.

1. Terapi komplementer seringkali dimaknai salah, disama-artikan dengan terapi alternatif, sehingga muncul frase terapi alternatif komplementer. Sesungguhnya ada perbedaan yang mendasar di antara keduanya. Terapi komplementer dapat digunakan bersama-sama dengan terapi medis konvensional, yang fungsinya membantu/ melengkapi terapi medis dan perawatan pasien, sehingga perasaan/emosi pasien akan menjadi lebih baik dan juga dapat meningkatkan kualitas hidup dan membantu proses penyembuhan pasien.

Berbeda dengan alternatif terapi yang seringkali digunakan sebagai pengganti penanganan medis konvensional [Cancer Research UK, baca: The Difference Between Complementary and Alternative Therapies (CAMs) http://bit.ly/2XkNVam]

Penggunaan pengobatan dengan pendekatan medis bersama-sama dengan terapi komplementer ini dikenal sebagai “integrated medicine”
(pengobatan medis terintegrasi).

2. Dasar Hukum Pengobatan Alternatif dan Komplementer di Indonesia :

UNDANG-UNDANG :
– UU RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara RI No.144 Tahun 2009 dan Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5063 Tahun 2009)
– UU RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara RI No.153 Tahun 2009 dan Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5073 Tahun 2009)
– UU RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

PERATURAN PEMERINTAH :
– Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional.

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI
– Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 0584/Menkes/SK/VI/1995 tentang Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional.
– Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/Menkes/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional.
– Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 940 Tahun 2018)

PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI
– Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1109/Menkes/ Per/IX/2007 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer Alternatif di Fasilitas Pelayanan MesrhasKesehatan Tradisional.

3. REFORMASI BIROKRASI
Kementerian Kesehatan RI telah menetapkan suatu langkah maju sejalan dengan upaya reformasi birokrasi yaitu pembentukan Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1144 Tahun 2010 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan RI (Berita Negara RI Nomor 585 Tahun 2010 sebagai Unit Eselon II pada Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA, Direktorat Bina Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 35 Tahun 2013 (Berita Negara RI Nomor 741 Tahun 2013) yang bisa memberikan kontribusi dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Keputusan Menteri Kesehatan itu diperkuat dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 299/Menkes/SK/VIII/2013 tentang Kelompok Kerja Nasional Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer.

4. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN HIPNOTERAPI
Di Indonesia pendidikan formal untuk terapi komplementer atau yang berawal dari komplementer menjadi pendidikan formal adalah : akupunktur dan herbal untuk jenjang spesialis dan magister. Hipnoterapi, khususnya Asosiasi Hipnoterapi Klinis Indonesia (AHKI) saat ini berupaya untuk menjadikan hipnoterapi sebagai salah satu Prodi dalam jenjang pendidikan formal.

Saat tulisan ini ditulis, di Indonesia hanya ada satu lembaga yang menyelenggarakan pendidikan hipnoterapis (Certified Hypnotherapist/ CHt) dengan durasi 110 jam tatap muka di kelas, ditambah praktik tersupervisi minimal 50 jam, dan 210 jam tatap muka di kelas ditambah praktik tersupervisi minimal 50 jam dan praktik mandiri minimal 100 jam untuk menjadi hipnoterapis klinis (Certified Clinical Hypnotherapist/ CCH), mengacu pada standar American Council of Hypnotist Examiner (ACHE). Lembaga ini adalah Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology (AWGI) yang menyelenggarakan workshop Scientific EEG & Certified Hypnotherapy (SECH).

Dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) Edisi Kedua, 2012 yang diterbitkan Konsil Kedokteran Indonesia Lampiran 1 Daftar Keterampilan Klinis 2, Psikiatri, halaman 65, seorang Dokter Ilmu Kesehatan Jiwa (Psikiater) harus memiliki tingkat keterampilan 2 untuk Hipnoterapi dan Terapi Relaksasi.

Tingkat Keterampilan 2 artinya : Knows How – pernah melihat atau didemonstrasikan (Lulusan dokter menguasai pengetahuan teoritis dari keterampilan ini dengan penekanan pada clinical reasoning dan problem solving serta berkesempatan untuk melihat dan mengamati keterampilan tersebut dalam bentuk demonstrasi atau pelaksanaan langsung pada pasien/ masyarakat). Pengujian keterampilan tingkat kemampuan 2 dengan menggunakan ujian tulis pilihan berganda atau penyelesaian kasus secara tertulis dan/ atau lisan (oral test).

KETENTUAN TERAPI DI LEMBAGA KAMI (BAIK ADI W GUNAWAN INSTITUTE OF MIND TECHNOLOGY (AWGI) maupun AHKI

1. Terapi (hipnoterapi) dilakukan tidak dimaksud untuk mengganti terapi medis (dokter) dengan memperhatikan kesehatan klien. Namun sebagai pelengkap terapi medis. Doctor first, always!

2. Tidak menjanjikan kesembuhan. Klien harus diterangkan bahwa hipnoterapi adalah ‘kontrak upaya’, di mana klien harus all out menceritakan dan menentukan permasalahan utamanya, memiliki niat sendiri untuk menjalani proses terapi, bersedia diterapi, percaya kepada terapis dan tidak menganalisis serta mengikuti bimbingan. Sedangkan terapis harus mengerahkan semua kemampuan terbaiknya untuk membantu klien.

3. Komitmen 4 sesi terapi untuk mengetahui keberhasilan. Bilamana dalam 4 sesi tidak ada perubahan, terapi tidak boleh dilanjutkan dan hipnoterapis harus merujuk ke hipnoterapis lain yang memiliki kompetensi yang dinilai lebih baik darinya. Namun jika 1 atau 2 sesi masalah klien telah berhasil diatasi, maka terapi tidak perlu dilanjutkan sampai 4 sesi.

HARAPAN :
Adanya standar bagi pendidikan/ pelatihan hipnoterapi, standar kemampuan hipnoterapis yang dapat dipakai sebagai alat kontrol dan pengakuan serta pemisahan ijin praktik terapi alternatif dan komplementer.

Liman Harijono

About Liman Harijono

Medical Doctor, Certified Hypnotherapist & Certified Trainer Member of Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology, Master in Hospital Administration, Master in Law.