Sebagai seorang terapis, saya kerap menerima Klien anak atau dewasa yang mempunyai masalah dengan orangtuanya (pada kesempatan ini saya membahas orangtua, khususnya ibunya). Atau sebaliknya Klien seorang ibu yang mempunyai emosi negatif terhadap anaknya. Seringkali mereka tidak datang untuk menjalani terapi bersama. Seringkali anak atau ibunya yang datang untuk diterapi. Bilamana mereka dapat datang bersamaan maka akan semakin mudah untuk mencairkan hubungan yang tak kondusif itu.
Permasalahan di pikiran bawah sadar (PBS) seringkali sederhana dan diselesaikan dengan cara sederhana juga. Kadang dalam lisan mereka saling memaafkan.
Saya seringkali mendengar mereka berkata, “Tapi saya sudah memaafkan kok, dokter!”
Tapi apakah demikian yang terjadi di PBS mereka? Ternyata tidak sedemikian mudahnya. Kata maaf di bibir bisa saja terjadi namun itu hanya superfisial saja, “yang di dalam belum bisa memaafkan”.
Mengapa demikian?
Pengalaman traumatik masa kanak-kanak (“inner child”) yang terbentuk pada awalnya kecil, seperti bola salju, menggelinding diperkuat dan diperbesar oleh pengalaman-pengalaman yang serupa dalam kehidupan si anak. Semakin lama, bola salju itu semakin besar dan semakin besar saja, sampai suatu saat akan menampakkan diri sebagai simtom (gejala) yang mengganggu hubungan si anak atau si ibu yang bermanifestasi pada saling marah, dan pertikaian yang berkepanjangan. Bahkan ada yang sampai membenci orangtuanya dan saya juga menerima Klien yang sampai dengan teganya melakukan somasi dan akan menuntut ibunya dikarenakan kemarahannya dan pikiran-pikiran dengan pemaknaan yang salah terhadap apa yang dilakukan ibunya. Tentunya ini merupakan prahara bagi sebuah keharmonisan keluarga.
Banyak kejadian si anak membenci ibunya, seorang ibu yang telah berjuang dengan nyawanya ketika mengandung dan melahirkannya, yang berjuang membesarkannya, menyekolahkannya atau menuntunnya dalam kehidupannya. Kegagalannya seringkali dilimpahkan menjadi tanggung jawab ibunya. Mengapa banyak kejadian kebencian kepada seorang ibu? Hal ini bisa dipilah menjadi dua penyebab, yakni karena kekurangan/ faktor ibu atau karena si anak.
Interaksi ibu dan anak biasanya lebih intens, karena hampir sepanjang hari si anak bertemu dengan si ibu dibandingkan dengan si ayah. Si ibu di samping memikirkan kondisi rumah tangga juga harus berjuang untuk merawat anak. Dikarenakan kesibukan dan keletihannya sehari-hari, seorang ibu bisa mengucapkan lisan yang agak keras dengan maksud untuk menegakkan disiplin dan kekhawatiran anaknya melakukan hal-hal yang tidak baik. Misalnya si ibu mengucapkan kata-kata yang keras yang seolah tanpa kompromi menyuruh si anak belajar atau melakukan sesuatu, sering dimaknai sebagai keras dan menimbulkan ketakutan si anak.
Perintah-perintah si ibu yang kadang disampaikan tanpa penjelasan, bisa diterima si anak sebagai pelarangan/ pengekangan dan hal-hal negatif lainnya. Di samping itu si ibu seringkali si ibu tidak menerapkan “5 Bahasa Cinta” dalam mendidik si anak. Pada dasarnya ada lima cara anak (sebenarnya semua orang) dalam mengutarakan serta memahami cinta emosional, yaitu: sentuhan fisik dan tatapan mata, kata-kata penegasan, waktu berkualitas, hadiah, layanan. Si Ibu harus mengenali bahasa cinta anaknya (baca : https://goo.gl/roa00o). Tangki cinta si anak harus diisi sampai penuh, maka si anak akan menjadi anak yang penurut dan berperilaku baik. Sikap penurut anak berbanding lurus dengan isi tangki cintanya. Tangki cinta ini bisa bocor, sehingga 5 Bahasa Cinta ini harus diterapkan oleh orangtuanya dengan baik. Anak-anak bermasalah seringkali karena tangki cintanya kosong.
Di dalam praktik, saya sering menjumpai kejadian pada anak bermasalah terjadi pada umur-umur 5-12 tahun. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut pemahaman dan pemaknaan si anak terhadap kejadian-kejadian yang traumatik sangatlah kurang. Pengalaman ini mengalami repetisi dengan pengalaman yang mirip/ sama akan membuat anak bermasalah. Seperti halnya gulungan bola salju yang semakin lama semakin besar sampai suatu ketika akan berakibat munculnya simtom/ gejala-gejala yang nampak dan berpengaruh dalam kehidupannya. Anak yang bermasalah dengan orangtuanya atau mungkin si ibu, semakin lama permasalahannya akan semakin berat dan berakhir dengan konflik yang hebat.
Untuk menyelesaikannya, keduanya saya rasa perlu menjalani terapi, baik itu berupa konseling atau pun hipnoterapi. Hipnoterapi mempunyai keunggulan, prosesnya lebih cepat dengan hasil yang sangat baik.
Saya ingin menanyakan kepada Anda yang saat ini mempunyai masalah dengan orangtua Anda, khususnya dengan Ibu Anda, di HARI IBU ini, “Apakah Anda bahagia dengan berkonflik dengan Ibu Anda?”
Akhiri segera. Konflik ini sangatlah tidak menguntungkan. Apalagi orang yang Anda ajak berkonflik adalah seorang ibu yang telah melahirkan Anda, seseorang yang sangat spesial di mana nafas kehidupan Anda pernah dihubungkan oleh ari-ari dan plasentanya. Benar-benar minta maaflah dengan tulus. Sayangilah ibu Anda. Surga ada di telapak kakinya. Marah terhadapnya, memusuhinya, hanya akan menghambat rejeki Anda. Bila terhadap ibu kandung Anda saja Anda tidak bisa berbaik hati, Anda pasti akan gagal untuk berbaik hati kepada orang lain.
Di hari ini adalah hari yang sangat khusus, hari yang dipersembahkan khusus untuk pengorbanan dan untuk mengingat jasa-jasanya terhadap kita. Hari ini adalah hari Ibu. Katakan kepada ibu Anda bahwa Anda sangat menyayanginya. Lakukan sekarang !
Jangan pernah berkata kasar kepada Ibu Anda, jangan pernah marah apalagi memakinya, atau bahkan menghinanya.
Ingatlah ! Orang lain boleh menghina Anda, tapi jangan pernah biarkan dia menghina Ibu Anda, seburuk apa pun Ibu Anda.
Love your Mom !